Violin
SEPERTINYA sudah cukup lama aku tidak menulis, beberapa hari ini aku sering terpikir beberapa hal untuk aku tulis, namun niat untuk menulis itu tak kunjung datang. Sekalinya datang, niat itu hilang saat aku membuka lembaran kertas digital dan berhenti di kata pertama.
Aku tahu tidak semua tulisan bisa berjalan dengan lancar. Perasaan penulis merupakan hal fundamental dalam jiwa tulisan itu, kuharap niat untuk menulis ini tidak pudar hanya karena waktu yang terus berjalan.
Jujur saja, sekarang aku cukup senang dengan perubahan perasaan yang sering kurasakan. Terkadang aku memang merasa sepi, tapi perasaan itu mendadak hilang ketika mendengar suara seseorang atau hal kecil yang membuatku tersenyum sambil memandangi layar handphone.
Tapi, terkadang perasaan buruk masih hinggap karena pancingan sederhana. Sebuah foto, tempat atau hanya mendengar nama yang mirip saja sudah membuatku gemetar. Terkadang saat aku dalam perjalanan, aku selalu merasa akan berpapasan dengannya dari arah berlawanan. Hanya memikirkan kemungkinan itu saja aku bisa merasa takut dan gemetar, sebuah ketakutan murni karena diriku sendiri.
Aku sadar, aku tidak bisa menyalahkan siapapun, bahkan berlindung pada siapapun. Ini karena perasaan tanggung jawab berlebihan yang kurasakan. Bahwa "ini salahku maka aku harus menyelesaikannya sendiri" dan berakhir pada membenci diriku sendiri dan menghinanya habis-habisan.
Tapi ada seseorang yang mengatakan padaku bahwa aku tidak harus membenci diriku sendiri dan mulai menerima banyak hal di masa lalu. Dia bahkan tidak menyerah walaupun aku muak dengan diriku sendiri. Apa-apaan ini! Terkadang aku heran dengan sifat itu, tapi aku diliputi perasaan bahagia; bahagia karena merasa dicintai dengan tulus.
Ada sebuah kalimat yang ingin kukatakan, yang sejak lama dan sejak dulu seharusnya aku katakan pada orang-orang yang bersamaku. Tapi untuk kali ini mungkin aku khususkan pada seseorang.
"Aku menyayangimu, lebih dari yang kau tahu."