Aku menulis untuk diriku. Terlepas dari kata yang tercekat, buku yang membeku dengan tiap kata yang mulai berdebu. Anganku terlepas, melambung melampaui dialektika yang enggan masuk dalam tiap kata. Akankah ini berakhir sederhana? Pikiranku diam, tanganku berbekas; bekas keheningan dengan waktu yang berdiam. Sejak kapan aku mulai menulis? Mungkin ini berawal dari Bengawan Solo yang mengalir deras, mengapungkan sampan dengan cerita; atau berawal dari air mata hafalan perkalian waktu kecil yang enggan masuk dalam kepala. Aku menulis untuk diriku! Aku berharap semua kalimat tanpa struktur menggambarkan bentuk abstrak tanpa kedalaman makna. Berawal dari mata dan dirasa pada tiap frasa. Ah, anganku mengembara! Jadi, untuk siapa aku menulis? Hati kecilku mengingat banyak orang, aforisme mengembang menilai kebenaran. Ingatan dahulu tertelan bersama pusaran Bengawan Solo menyingkirkan rasa sakit —menenggelamkan ingatan dan rasa yang ditangisi. Rasanya, aku tidak bisa mendeskripsikan fakt...